.

Muhammad Imam Nawawi, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Indonesia

Senin, 03 Desember 2012

Revisi


RENCANA PENELITIAN
JUDUL PENELITIAN         : PENGARUH LAMA PEREBUSAN KEDELAI TERHADAP KADAR VITAMIN B1 DALAM PROSES PEMBUATAN TEMPE SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis
NAMA MAHASISWA          :  MUHAMMAD IMAM NAWAWI
NOMOR MAHASISWA      :  11.02.201.089
PEMBIMBING UTAMA      :  NUR ADI, S.Si.,M.Kes
PEMBIMBING PERTAMA          :  AJENG KURNIATI RODDU,S.Si.,M.Kes.,Apt
PEMBIMBING KEDUA      :  SYAFRUDDIN, S.Si.,M.Kes
 

BAB I
PENDAHULUAN
Makanan merupakan salah satu hal yang sangat dibutuhkan mahluk hidup, terkhusus bagi manusia. Salah satu kebutuhan manusia yang sangat diperlukan dalam tubuh adalah protein, dimana sumber akan protein terbagi menjadi protein nabati dan hewani. Salah satu sumber protein nabati yang banyak terdapat di masyarakat adalah kedelai.
Kedelai (Glycine max (L) Merril) atau yang lebih familiar dikenal dengan kacang kedelai, merupakan sumber protein nabati yang effisien dan jika ditinjau dari segi harga merupakan sumber protein yang cukup terjangkau sehingga sebagian besar kebutuhan protein
nabati dapat dipenuhi dari hasil olahan kacang kedelai. Kacang kedelai dikenal sebagai makanan terbaik kadar proteinnya, dapat mencapai 35% dari beratnya. Ditambah lagi kandungan asam amino penting yang terdapat dalam kacang kedelai yaitu isoleucine, leucine, lysine, methionine, phenylalanine, threonin, triptophane dan valin yang rata-rata tinggi, kecuali methionine dan phenylalanine. Serta  kacang kedelai mengandung kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan B.
Seiring dengan perkembangan zaman berbagai macam olahan pangan dengan berbahan dasar kacang kedelai telah banyak ditemukan di masyarakat. Hasil olahan kacang kedelai terbagi menjadi 2 kelompok, yakni yang diragikan dan tak diragikan. Salah satu hasil olahan kacang kedelai adalah tempe. Tempe merupakan makanan umum di Indonesia yang terbuat dari kacang kedelai. Kandungan gizi dalam tempe sangat baik untuk tubuh manusia sebab tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Selain itu tempe juga mengandung antioksidan pencegah penyakit degeneratif. Oleh karena itu bagi kaum vegetarian, tempe banyak digunakan sebagai pengganti daging.
Dalam proses pembuatan tempe mengalami beberapa perlakuan diantaranya, kedelai direbus dalam suhu tertentu dan dalam waktu yang cukup lama
Dari berbagai keuntungan yang didapat dari kacang kedelai sebagai salah satu sumber vitamin B1 sehingga mendasari penulis ingin mengetahui ada tidaknya vitamin B1 dan seberapa besar kadar vitamin B1 ketika mengalami perebusan pada proses pembuatan tempe.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dari penelitian ini adalah ;
1.    Apakah kacang kedelai (Glycine max) yang direbus masih mengandung Tiamin (vitamin B1) dalam proses pembuatan  tempe ?
2.    Berapakah kadar Tiamin (vitamin B1) pada kacang kedelai (Glycine max) yang mengalami perebusan ?
3.    Apakah waktu perebusan berpengaruh terhadap kadar dari Tiamin (vitamin B1) dalam proses pembuatan tempe ?
Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa di dalam kacang kedelai (Glycine max) yang mengalami perebusan terdapat Tiamin, sedangkan tujuannya adalah untuk mengetahui :
1.      Untuk mengetahui kandungan Tiamin (vitamin B1) dalam kacang kedelai  (Glycine max) yang mengalami perebusan dalam proses pembuatan tempe ?
2.      Untuk Mengetahui kadar Tiamin (vitamin B1) yang terdapat dalam kacang kedelai (Glycine max) yang mengalami perebusan dengan metode Spektrofotometri Ultraviolet dan Visibel ?
3.      Untuk mengetahui pengaruh waktu perebusan terhadap kadar Tiamin (vitamin B1) pada kacang kedelai (Glycine max) pada proses pembuatan tempe ?
Adapun menfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang kandungan gizi dari kacang kedelai  (Glycine max) dan sebagai sumber informasi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.      













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.     Uraian Umum Kedelai
1.    Klasifikasi Tumbuhan :
Kerajaan                  : Plantae
Divisio                      : Magnoliophyta
Sub Divisi               :
Kelas                        : Magnoliopsida
Sub Kelas               :
Ordo                         : Fabales
Family                      : Glycine
Spesies                   : Glycine max. (Adisarwanto, T.2005)
2.    Nama Daerah
Kedelai dikenal dengan berbagai nama : sojaboom, soja, soja bohne, soybean, kedelai (Madura), kacang ramang, kacang bulu, kacang gambol, retak mejong (Lampung), kaceng bulu dan kacang jepun (Sunda), lebui bawak, lawui (Bima), sarupapa tiak, dole, kadule, puwe mon, kacang kuning (Aceh), kadale (Makassar) dan gadelei. Berbagai nama ini menunjukkan bahwa kedelai telah lama dikenal di Indonesia. Hampir semua lapisan masyarakat menyukai makanan yang terbuat dari kedelai, (Adisarwanto, T.2005).



3.    Morfologi Kacang Kedelai
a.    Perakaran
              Tanaman kedelai mempunyai akar tunggal yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembapan tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsure hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsure hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekiter 15 – 20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 yang kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat (NO).
b.    Batang
              Kedelai berbatang dengan tinggi 30 – 100 cm. Batang dapat membentuk 3 – 6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat, cabang menjadi berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas memiliki cirri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hamper sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki cirri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya.
c.    Daun
              Pada buku (nodus) pertama tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua buku di atasnya terbentuknya daun majemuk selalu dengan tiga helai. Helai daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau.
d.    Bunga
              Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup sehingga kemungkinan kawin silang alami sangat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong.
e.    Buah
              Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 100 – 250 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman.
f.     Biji
              Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak di antara keeping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan berkas biji melekat pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong tetapi ada pula yang bundar atau bulat agak pipih (Anonim, 2012).
g.    Kandungan Gizi Kedelai
     Tabel 1. Kandungan kedelai (Winarsi, 2008)
Komponen
(gram/100 g)
Air
Protein
Lemak
Hidrat Arang
Kalsium
Fosfor
Besi
Kalori
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin E
7,5
34,9
18,1
34,8
227 mg
585 mg
8 mg
331 kal
110 SI
1,07 mg
17,8 mg

h.    Manfaat Kedelai
              Protein yang terkandung dalam kedelai kaya akan asam amino arginin dan glisin. Kedua asam amino ini merupakan komponen penyusun hormon insulin dan glukogen yang disekresi oleh kelenjar pankreas dalam tubuh kita dengan itu jaringan tubuh akan makin meningkat. Dengan meningkatnya kadar hormon insulin ini, kadar glukosa darah akan berkurang karena sebagian akan diubah menjadi energi. Inilah yang pada akhirnya akan membuat gejala diabetes dapat tertekan. Selain sebagai penekan diabetes kedelai juga dapat mengatasi hipertensi karena didalam susu kedelai terdapat suatu zat bernama isoflavon yang mampu mencegah dan mengobati berbagai macam penyakit diantaranya adalah hipertensi dan diabetes. Selain untuk mencegah dan mengobati hipertensi dan diabetes kedelai juga untuk melancarkan metabolisme, melancarkan pencernaan, merupakan nutrisi pelengkap, meningkatkan sistem imunitas, memperkuat struktur matrixs tulang, mencegah obesitas, mencegah penyakit ginjal, mengurangi gejala jantung koroner, mengurangi gejala stroke, mengurangi gejala rematik dan asam urat, mengurangi gejala maag. Hal itu dapat terjadi karena kandungan isoflavon dalam kedelai.            
B. Uraian Tentang Tempe
            Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji  kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporusRh. oryzaeRh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".
            Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangankalsiumvitamin B salah tatunya Tiamin dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk menyembuhkan infeksi dan antioksidan   pencegah penyakit degeneratif.
            Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia
 kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam.
            Dalam proses pembuatan tempe mengalami beberapa langkah-langkah dari proses perebusan, pencucian, perendaman, pengukusan, peragian hingga fermentasi pada kedelai sehingga di duga pada saat proses tersebut yang terlalu lama dapat mengurangi kadar dari vitamin-vitamin, terutama vitamin yang larut dalam air. 
C.     Uraian Umum Vitamin B1
 





Gambar 1. Struktur Thiamin HCl
Berat molekul    : 337,27
Rumus kimia     : C12H17ClN4OS. HCl
Pemerian           : Hablur atau serbuk hablur, putih, bau khas lemah. Jika bentuk anhidrat terpapar diudara dengan cepat menyerap air lebih kurang 4%. Melebur pada suhu lebih kurang 248º disertai peruraian
Kelarutan           : Mudah larut dalam air, larut dalam gliserin, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam eter dan dalam benzene.
(Anonim, 1995).
1.    Sejarah Penemuan vitamin B1(Sunita Almatsier, 2003)
            Pada abad ke-19 ditemukan penyakit beri-beri secara edemis di Jepang, Cina, dan Asia Tenggara. Takaki (1906) menunjukkan bahwa prnyakit ini pada pelaut Jepang dapat dikurangi dengan menggantikan sebagian nasi putih yang telah dimakan, dengan roti yang telah terbuat dari gandum. Eykman (1897) di Batavia/Jakarta Indonesia mengamati bahwa ayam yang makan sisa-sisa nasi putih dari penjara mengalami kelemahan berat. Funk (1911) berhasil mengisolasi faktor antiberi-beri dari dedek beras dan memakannya vitamin. Jansen dan donat (1926) di laboratorium Eykman berhasil mengisolasi bentuk kristal Tiamin dan melakukan uji coba pada burung-burung. Struktur kimia dan sintesis tiamin untuk pertama kali berhasil dilakukan oleh Williams dan Cline pada tahun 1936 .
2.    Sifat Fisika dan Kimia Vitamin B1
Vitamin B1 telah diisolir dalam bentuk murni sebagai tiamin hidrokhlorid. Zat tersebut mengkristal sebagai lempeng-lempeng putih monoklinik dalam tanda yang menyerupai roset. Tiamin mempunyai bau dan rasa khusus. Terurai pada 248oC. Sangat larut dalam air, agak larut dalam gliserol, propilen glikol dan 95% etanol. Tidak larut dalam lemak atau larutan-larutan lemak. Pada suhu biasa, tiamin hidrokhlorid mengambil air dan membentuk suatu hidrat. Oleh karena itu zat yang murni harus disimpan dan tertutup rapat, sebab jika tidak zat tersebut akan bertambah berat. Bila thiamin hidrokhlorid diperlukan untuk larutan setandar, zat tersebut perlu dikeringkan. Tiamin stabil pada 100oC selama 24 jam. Dapat disterilkan pada 120oC dalam larutan encer kecuali jika pH di atas 5,5, kemudian zat tersebut rusak cepat sekali. Analisis analitik untuk thiamin dilakukan dengan cara oksidasi menjadi thiokhrom yang memperlihatkan fluorensi biru khas dalam cahaya ultraviolet. Satu Satuan Internasional aktivitas vitamin B1 seharga dengan lebih kurang 3 ug Kristal thiamin hidrokhlorid (satu gram thiamin hidrokhlorid = 333.000 Satuan Internasional). Di Amerika Serikat kebutuhan vitamin B1 dan vitamin B lainnya dinyatakan dalam milligram bahan murni per kilogram ransum. Turunan hidroklorid jika ditambah NaOH dapat terjadi degradasi menjadi tiokrom dan bias ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri.
Tiamin  atau vitamin B1 merupakan kompleks molekul organik yang mengandung satu inti tiazol dan pirimidin. Tiamin ditemukan terutama dalam biji-bijian dan dedaknya serta sejumlah kecil dalam daging dan kacang-kacangan. Sayuran hijau, ikan, buah-buahan dan susu juga mengandung tiamin dalam jumlah yang bermanfaat. Beras putih, gula, alkohol, lemak, dan pangan yang sudah diolah adalah sumber-sumber tiamin yang miskin (Hakim Nasution dan Darwin, 1991).
            Fungsi dan pengaruh tiamin adalah sebagai koenzim untuk beberapa reaksi inti sampai metabolisme antara dalam semua sel. Usus halus mengabsorbsi tiamin melalui 2 mekanisme, pada konsentrasi tinggi dan konsentrasi rendah. Bentuk koenzim tiamin berfungsi sebagai aldehida transferase (Linder. 2007).
            Defisiensi tiamin yang berat menyebabkan penyakit beri-beri yang ditandai oleh neuropati permukaan/ periferi, terutama dalam beberapa anggota tubuh yang paling banyak digunakan, diikuti oleh perasaan gatal, kaku, empuk dan kelemahan (Linder. 2007). Kecukupan gizi yang dianjurkan sekarang ini untuk tiamin adalah 0,5 mg per 1000 kkal per hari (Hakim Nasution dan Darwin, 1991). Karena tiamin penting untuk metabolisme energi, terutama karbohidrat, maka kebutuhan akan tiamin umumnya sebanding dengan asupan kalori. Kebutuhan minimum adalah 0,3 mg/1000 kcal, sedangkan AKG di Indonesia ialah 0,3-0,4 mg/hari untuk bayi, 1,0 mg/hari untuk orang dewasa dan 1,2 mg/hari untuk wanita hamil (Tanu, ian. 1999).


D.     Uraian Tentang Spektrofotometri Ultaviolet dan Visibel (Mulja, 1990; Underwood, 1986 dan Blaschke, 1988)
1.  Definisi Spektrofotometri
    Sebuah spektrofotometri adalah suatu instrumen untuk mengatur absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Daerah pengukuran spektrofotometri UV adalah pada panjang gelombang 200-400 nm. Spektrofotometri UV disebut juga spektrum elektronik karena terjadi hasil interaksi radiasi UV terhadap molekul yang mengakibatkan molekul tersebut mengalami transisi elektronik. Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi dalam daerah UV tampak karena mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang dimana absorpsi itu terjadi, bergantung pada berapa kuat electron itu terikat dalam molekul. Elektron dalam suatu ikatan kovalen tunggal terikat dengan kuat, dan diperlukan radiasi berenergi tinggi atau panjang gelombang pendek untuk eksistensinya.
    Apabila cahaya dilewatkan pada suatu media yang homogen adalah monokromator dengan intensitas cahaya yang datang (Io), maka sebagian dari cahaya tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi diteruskan (It). Keadaan tersebut dapat ditulis.
Lo = Ia + Ir + It
    Hukum lembert Beer menggambarkan hubungan antara jumlah cahaya yang diteruskan dari suatu larutan dengan konsentrasi suatu konstituen yang menyerap cahaya tersebut, yaitu :
Log(Io/It) = A = a.b.c
Dimana :      Io = Intensitas cahaya yang masuk
                      It = Intensitas cahaya yang keluar
                      A = Serapan
                      a = Absorsivitas
                      b = Panjang medium absorpsi
                      c. Kosentrasi zat terlarut
              Hukum Bougner Beer menyatakan bahwa intensitas cahaya monokromatikis yang diteruskan akan menurun secara ekspononsial apabila konsentrasi senyawa yang mengabsorpsi naik secara aritmatika.
            Baik spektrofotometer berkas tunggal maupun berkas rangkap, dan intrumen yang beroprasi dalam berbagai daerah spectrum, semuanya mempunyai komponen-komponen penting ini, meskipun rinciannya sangat berlainan dalam beberapa hal.
a.    Sumber radiasi
            Sumber energi radiasi yang dipakai pada spektrofotometri adalah deuterium, lampu tungsten, serta lampu merkuri. Lampu deuterium dapat dipakai pada daerah gelombnag 180 – 370 nm (daerah ultraviolet dekat), karena pada rentang panjang gelombang tersebut. Lampu deuterium memberikan gambaran energi radiasi yang lurus sedangkan panjang gelombang 486 – 651,1 nm memberikan dua garis spectrum yang dapat dipakai untuk mengecek kecepatan panjang gelombang pada spektrofotometer. Umur lampu deuterium ± 500 jam pemakaian.
            Lampu tungstein merupakan campuran dari filament tungstein dan gas iodine (halogen), oleh sebab itu disebut lampu “Tungstein-Iodin”. Lampu ini dipakai pada daerah pengukuran sinar tampak dengan rentang panjang gelombang 390 – 900 nm, karena pada daerah ini lampu tungstein-iodin ± 1000 jam pemakaian.
b.    Monokromator
        Merupakan alat untuk mengisolasi suatu berkas radiasi yang menyeleksi panjang gelombang yang diinginkan untuk pengukuran sampel. Alat ini juga berfungsi untuk mendapatkan radiasi monokromatis dari sumber radiasi polikromatis. Monokromator pada spektrofotometer biasanya terdiri dari susunan :
1.    Celah masuk berperan penting dalam terbentuknya radiasi monokromatis dan resolusi panjang gelombang.
2.    Filter berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga cahaya yang diteruskan merupakan cahaya berwarna yang sesuai dengan panjang gelombang yang dipilih.
3.    Prisma berfungsi untuk mendispersikan radiasi elektromagnetik sebesar mungkin supaya didapatkan resolusi yang lebih baik dari radiasi polikromatis.
4.    Kisi, fungsinya sama seperti prisma, namun karena bentuk kisi adalah konkaf, maka dapat memberikan resolusi radiasi yang lebih baik.
5.    Celah keluar, tempat keluarnya sinar monokromatik yang selanjutnya akan diteruskan menuju sampel.
c.    Sampel kompartemen/kuvet
            Kuvet atau sel adalah wadah untuk menaruh sampel yang dianalisa. Ditinjau dari pemakaiannya kuvet ada dua macam yaitu kuvet permanen terbuat dari bahan gelas atau leburan silika dan kuvet disposable untuk satu kali pemakaian yang terbuat dari Teflon atau plastik.
            Ditinjau dari bahan yang dipakai membuat kuvet ada dua macam yaitu kuvet dari leburan silika (kursa) dan kuvet dari gelas. Kuvet dari leburan silika dapat dipakai untuk analisis kuantitatif pada daerah pengukuran 580 – 1100 nm, karena bahan dari gelas mengabsorpsi radiasi UV. Pada prinsipnya spektrofotometer selalu ditempatkan diruangan yang bersih dan terhindar dari radiasi sinar matahari secara langsung.
d.    Detektor
            Merupakan bagian yang mengubah daya radiasi menjadi isyarat listrik. Detektor merupakan salah satu bagian dari spektrofotometri yang penting. Oleh sebab itu kualitas detektor akan menentukan kualitas dari spektrofotometri. Fungsi detektor ini adalah mengubah signal elektronik. Beberapa pustaka memberikan persyaratan tentang kualitas dan fungsi detektor didalam spektrofotometri antara lain :
1.    Detektor harus mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap radiasi yang diterima, tetapi harus memberikan “Noise” yang sangat minimum.
2.    Detektor harus mempunyai kemampuan untuk memberikan respon terhadap radiasi pada daerah panjang gelombang yang lebar (UV-Vis).
3.    Detektor harus memberikan respon terhadap radiasi dalam waktu yang bersamaan.
4.     Detektor harus memberikan jaminan terhadap respon kuantitatif dan signal radiasi yang diterima.
5.    Signal elektronik yang ditransfer oleh detektor harus dapat diaplikasikan oleh penguat (amplifer) ke recorder.
e.    Penguat dan pembaca
            Merupakan rangkaian yang membuat isyarat yang cocok untuk diamati dan sistem pembacaan yang menunjukkan besarnya isyarat listrik. Amplifier merupakan suatu tahanan beban besar yang dihubungkan dengan detektor secara seri. Arus bolak balik yang dihasilkan detektor akan diperkuat oleh amplifier dengan tahanan pemasukan yang tinggi, dimana voltase pada tahanan beban yang digunakan untuk mengendalikan suatu rangkaian yang menarik tenaganya dari suatu sumber bebas dan mempunyai tenaga cukup besar untuk menjalankan peralatan pembacaan sehingga akan diperoleh hasil yang dapat terbaca pada alat pembaca (Gandjar, I.G, 2009).
            Spektrofotometer UV-Vis berdasarkan system optic dibedakan menjadi :
1.    System optic radiasi berkas tunggal, keuntungannya adalah lebih cepat dan teliti.
2.    System optic radiasi berkas ganda, keuntungannya adalah pengukuran yang dilakukan tidak akan terpengaruh penurunan intensitas radiasi dari sumber radiasi semula.
3.    System optic radiasi berkas terpisah, perinsipnya sama dengan optic berkas tunggal hannya saja peralatan optiknya lebih rumit.
2.   Tahapan Analisis Kuantitatif dengan Spektrofotometri Ultraviolet dan Tampak (Visibel)
a.    Pemilihan Pelarut
            Pelarut yang digunakan pada spektrofotometer Ultraviolet dan Tampak (Visibel) harus memenuhi persyaratan yaitu tidak mengabsorbsi radiasi pada panjang gelombang pengukuran sampel. Oleh sebab itu, pelarut harus memenuhi persyaratan :
1.   Tidak mengandung system terkonjugasi pada setruktur molekulnya atau tidak berwarna.
2.   Tidak berinteraksi dengan molekul senyawa yang diukur.
3.   Harus mempunyai kemurnian yang tinggi. (Riyadi, 2009)
b.    Pemilihan Panjang Gelombang
            Pengukuran absorbsi pada analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri baik zat tunggal maupun zat campur pada prinsipnya harus dilakukan pada panjang gelombang maksimum (λ maks). Alasan dilakukan pengukuran absorpsi pada panjang gelombang maksimum adalah :
1.    Perubahan absorpsi untuk satiap satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang maksimum, sehingga pada panjang gelombang maksimal akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimal.
2.    Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva serapannya adalah datar, sehingga hukum Lambert – Beer akan dipenuhi dengan baik.
3.    Panjang gelombang dapat dicari dengan membuat kurva serapan dengan berbagai panjang gelombang pada sistem koordinat Cartesian pada konsentrasi yang tetap. Panjang gelombang masimum adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimal.
3.    Penetapan Kadar dengan Spektrofotometri
            Cara menetapkan kadar zat tunggal dengan metode spektrofotometri :
a.    Membandingkan serapan atau transmisi zat yang dianalisis dengan zat murni. Dalam hal ini dilakukan pengukuran serapan zat (Ax) dan serapan zat standar (A), pada panjang gelombang yang sama yaitu λ maks, sehingga kadar zat X sebagai :


b.    Dengan membuat kurva baku dibuat pada system koordinat cartesien dimana sebagai absis adalah konsentrasi zat standar, dan sebagai ordinat adalah serapannya. Pengamatan serapan dilakukan pada λ maks.
c.    Dengan memakai system ekstingsi spesifik ( 1cm). Cara ini sebagai salah satu usaha analisis kuantitatif zat tunggal dengan metode spektrofotometri yang dalam hal ini tidak mempunyai zat standar. Dengan jalan membandigkan ( 1cm) dari zat yang tertera dalam pustaka, maka kadar tersebuat akan cepat diketahui. 
                    
           









BAB III
METODE PENELITIAN
A.   Jenis Penelitian dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian observasi laboratorium dengan cara melakukan menentuan kadar Tiamin (vitamin B1) pada kedelai (Glycine max (L.) Merr) yang direbus dalam proses pembuatan tempe dangan Metode Spektrofotometri Ultraviolet dan Visibel.
B.   Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Universitas Indonesia Timur Makassar Sulawesi Selatan. Waktu penelitian akan dimulai bulan November 2012
C.   Sampel Penelitian
            Sampel penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai (Glycine max (L.) Merr) yang telah mengalami pemanasaan pada beberapa interval waktu yakni 0 menit (sebelum perebusan) 30 menit, 45 menit dan 60 menit.
D.   Alat dan Bahan Penelitian
1.    Alat-alat yang digunakan
a.    Batang Pengaduk
b.    Bejana
c.    Gelas beaker
d.    Pipet Tetes dan Pipet Volumetri
e.    Tabung reaksi
f.     Penangas air
g.    Mortir
h.    Corong Pisah
i.      Erlenmeyer
j.      Labu Ukur 50 mL, 100 mL
k.    Neraca Analitik
l.      Seperangkat alat Spektrofotometri Ultraviolet dan Visibel
2.    Bahan-bahan yang digunakan
a.    Aquades
b.    C4H9OH­
c.    HCl 0,1 N
d.    Kedelai (Glycine max (L.) Merr)
e.    Kertas Saring
f.     KCl 25%
g.    K4Fe(CN)6 1%
h.    NaOH 15%
i.      Tiamin Hidroklorida Standar
E.   Metode Analisis
1.    Pengambilan sampel
            Sampel kedelai (Glycine max (L.) Merr) diambil di pasar tradisional di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.
2.    Pengolahan Sampel
            Dipilih Kedelai (Glycine max (L.) Merr) Yang berkualitas baik lalu masukkan dalam Bejana, kemudian rebus Kedelai (Glycine max (L.) Merr) dengan air selama interval waktu 0 menit (sebelum perebusan) 30 menit, 45 menit dan 60 menit. Ambil kedelai (Glycine max (L.) Merr) sebelum perebusan, perebusan selama 30 menit, 45 menit dan 60 menit, masing-masing sebanyak 10 g dan dihaluskan dengan lumpang kemudian dituangkan dalam beaker gelas dan ditambah 25 mL larutan HCl 0,1 N. Larutan diaduk hingga homogen kemudian dipanaskan selama 30 menit pada suhu 100˚C di atas penangas air sambil diaduk. Setelah dingin, larutan sample dituangkan dalam labu ukur 50 mL, diencerkan dengan larutan HCl 0,1 N sampai tanda batas kemudian disaring dengan kertas saring dan dengan tahap ini didapatkan filtrat sample.
3.    Penyiapan Larutan Pereaksi
a.    Pembuatan larutan HCl 0,1 N sebanyak 100 ml.
Diukur sebanyak 1,18 ml HCl 36,5% masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest, kocok, cukupkan volumenya dengan aquadest sampai tanda.
b.    Pembuatan larutan NaOH 15% Sebanyak 100 ml.
Ditimbang NaOH sebanyak 15 gram masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest , kocok, cukupkan volumenya dengan aquadest sampai tanda.
c.    Kalium Ferisianida 1% Sebanyak 100 ml.
Ditimbang Kalium Ferisianida sebanyak 1 gram masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest, kocok, cukupkan volumenya dengan aquadest sampai tanda.
d.    Kalium Klorida 25% Sebanyak 100 ml.
Ditimbang Kalium Klorida sebanyak 25 gram masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest, kocok, cukupkan volumenya dengan aquadest sampai tanda.
e.    Kalium Iodida 1N sebanyak 100 ml.
Ditimbang Kalium Iodida sebanyak 1,66 gram masukkan kedalam labu ukur 100 ml, tambahkan aquadest, kocok, cukupkan volumenya dengan aquadest sampai tanda.
4.    Pembuatan Larutan Contoh
Masing-masing Filtrat Sampel dimasukkan ke dalam corong pisah ditambahkan dengan 3,0 mL larutan natrium hidroksida 15% dan 1 tetes larutan kalium ferisianida 1% kemudian dikocok kuat. Setelah itu didiamkan dan ditambahkan 20,0 mL larutan n-butanol digoyang perlahan-lahan, lalu didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah yang berupa larutan air dipisahkan, sehingga yang tertinggal hanya lapisan butanolnya ditampung dalam wadah, selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum (Sudarmadji, 1997)

5.    Analisis Tiamin Hidroklorida
a.    Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif merupakan uji pendahuluan yang akan memberikan petunjuk untuk memastikan ada tidaknya tiamin hidroklorida pada kacang kedelai yang belum mengalami perebusan. Uji kualitatif ini dilakukan dengan 2 (dua) kali pengujian dengan menggunakan uji A dan B. Filtrat sample sebanyak 2 mL dimasukkan  pada masing–masing tabung reaksi, yang kemudian diperlakukan sebagai berikut :
Uji   A: Ditambahkan 2 tetes larutan kalium ferisianida (K3Fe(CN)6) 1 % dan 1 mL NaOH 15 %. Apabila terbentuk fluoresensi warna biru maka larutan sampel mengandung vitamin B1.
Uji  B:  Ditambahkan 1 mL larutan kalium iodida 1 N. Bila terbentuk endapan orange maka sampel mengandung vitamin B1.
b.    Analisis Kuantitatif Secara Spektrofotometri UV-Vis
1.    Pembutan Larutan Baku
            Ditimbang dengan seksama 100 mg tiamin hidroklorida kemudian dilarutkan dengan larutan asam klorida 0,1 N hingga 100 mL (1000 bpj) dikocok hingga homogen. Dari larutan ini dipipet 10 ml lalu dicukupkan volumenya hingga 100 ml dalam labu ukur, sehingga diperoleh larutan baku (100 bpj). Dari larutan ini dipipet masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml kemudian dicukupkan volumenya dalam labu ukur 100 ml hingga tanda batas, sehingga diperoleh konsentrasi larutan baku 1 bpj, 2 bpj, 3 bpj, 4 bpj, dan 5 bpj. Selanjutnya masing-masing larutan setandar tersebut diambil 10 ml dan dilakukan pemisahan tiamin hidroklorida seperti prosedur pemisahan tiamin hidroklorida pada sampel. Diukur 5 ml eluen masing-masing konsentrasi dimasukkan kedalam corong pisah, kemudian ditambahkan 3 ml natrium hidroklorida 15 % lalu dikocok dan didiamkan. Larutkan ditambahkan 15 ml n-Butanol. Lapisan n-Butanol yang dihasilkan kemudian dimasukkan dalam labu ukur 25 ml.
2.    Penentuan panjang gelombang maksimum ( λ maks )
Penentuan panjang gelombang maksimum ( λ maks ) diperoleh dengan mengukur absorbansi larutan standar tiamin hidroklorida pada panjang gelombang (λ) 200-400 nm (Nasoetion, 1991). Dari pengukuran larutan standar tersebut diperoleh  panjang gelombang maksimum.
3.    Pembuatan Kurva Baku
Larutan baku dengan kosentrasi 1 bpj, 2 bpj, 3 bpj, 4 bpj, dan 5 bpj diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum.

4.    Pengukuran Kadar Tiamin (B1) dengan sampel dengan Spektrofotometer UV-Vis
Dipipet masing-masing 5 ml larutan sampel, lalu diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis kemudian dicatat hasil serapannya
F.    Analisis Data
Dari hasil pengukuran serapan larutan baku dengan panjang gelombang tetentu, dibuat grafik antara serapan dan konsentrasi asetosal, dimana nilai-nilai serapan pada sumbu Y dan konsentrasi pada sumbu X. Kemudian ditarik garis diantara titik untuk memperoleh persamaan garis lurus :
            Y = a + bX, dimana :
            a = konstanta
            b = kemiringan




Skema Kerja               
Kedelai
(Glycine max (L) Merril)

 



Direbus selama
                                                                                                                        
Kedelai tanpa perebusan
45 menit
60 menit
30 menit
 


Timbang 10 gr gerus + HCl 0,1 N 50
Panaskan Pada 30 menit suhu 100
                                                                                                                           
Ampas
Pembahasan
Hasil
Disaring
Pengumpulan dan
Pengolahan Data
Analisis Kualitatif Reaksi Warna
Fitrat
Analisis Kuantitatif Secara
Spektrofotrometri UV-Vis
Kesimpulan
Corpis
+NaOH, +K3Fe(CN)6
+ n-Butanol
 
















DAFTAR PUSTAKA

Winarsi, H.,2008. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas, Kanisius. Jakarta.
Adisarwanto,T.2005. Kedelai. Jakarta: Penebar Swadaya
Anonim, 2009. Hipertensi dan Diabetes Dapat Diatasi Dengan Kacang (http://alumni08.wordpress.com/2009/01/04/hipertensi-dan-diabetes -dapat-diatasi-dengan-kacang-kedelai/), diakses 25 September 2012

Mulya, M. 1990. Analisis Instrumen. Airlangga University Press, Surabaya.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan :
             RI.       
Darwin Karyadi dan Andi Hakim Nasution. 1991. Pengetahuan Gizi Mutakhir Vitamin. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Linder, Maria C. 2007. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. UIP: Jakarta.
Tanu, ian. 1999. Farmakologi dan Terapi. Universitas Indonesia : Jakarta.
Harry, Auterhoff dan Karl, Arthur Kovar. 1987. Terjemahan Sugiarso C. Identifikasi Obat. Terbitan ke-4. Bandung: ITB.

Laksmiwati, Mayun. 1994. Penentuan Kadar Tiamin Hidroklorida Pada Beberapa Jenis Beras. Skripsi (tidak diterbitkan). Denpasar: FMIPA UNUD.

Deman Johan M. 1997. Kimia Makanan Edisi Kedua. Kosasih Padmawinata, Bandung ITB